Memprihatinkan, Salah Kaprah Pandang Vegetarian

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Salah kaprah masyarakat kala mencermati pola makan vegetarian adalah hal yang memprihatinkan. Semakin memprihatinkan ketika data-data ilmiah tentang bagusnya sayuran dan buah, telah terpapar, tetapi hanya segelintir pakar gizi dan nutrisi di Indonesia yang menyuarakannya.
Ketua Indonesia Vegetarian Society yang juga Koordinator International Vegetarian Union (IVU) Asia Pacific Susianto mengatakan, data-data ilmiah tentang kebaikan bervegetarian, telah banyak terpapar. Namun, informasi itu tak terakses.

Para ahli gizi dan nutrisi pun kurang melihatnya. Alhasil, mereka yang sudah meniadakan menu daging dan ikan dalam piring, atau juga telur dan susu-malah dianggap berpotensi kurang gizi, kurang protein, kurang lemak, kurang nutrisi, dan tidak bertenaga.   
Mengutip hasil riset pakar kanker terkenal asal negeri jiran, Malaysia Prof Chris Teo, yang juga gurunya, Susianto menyampaikan, dalam 100 gram daging ayam misalnya, hanya ada kandungan protein 14,5-23,4 gram.
Dalam 100 gram daging sapi hanya 13,6-21,8 gram protein. Tetapi, dalam 100 gram kedelai terdapat protein 34,1-34,3 gram, sedangkan setiap 100 gram kacang hijau, proteinnya 23-24,2 gram.
"Banyak yang beranggapan kalau tidak makan daging maka tubuh lemas, dan tidak bertenaga. Padahal logikanya, sumber tenaga itu berasal dari karbohidrat yang hanya ada di tumbuhan. Nggak ada karbohidrat dari hewan . Kalau kolesterol, itu malah hanya ada di daging hewan," kata Susianto.
Susianto, saat berbicara dalam Talkshow Kesehatan Hidup Sehat dengan Pola makan Vegan , di Balikpapan, Minggu (27/2) lalu, juga mengemukakan keprihatinannya ketika dampak buruk daging justru ditepikan. Aneka penyakit, misalnya, penyebabnya jelas, yakni daging, jerohan.
American Cancer Society-lembaga nonpemerintah di Amerika yang memfokuskan diri pada penanganan kanker-tahun 80-an silam telah memaparkan, 40-60 persen kanker bisa dicegah dengan bervegetarian. Selain itu, American Medical Association juga memaparkan bahwa 90-97 persen penyakit jantung bisa dihindari dengan diet vegetarian.
Banyak pihak, kata Susianto, hanya berpikir dan memfokuskan cara mengobati penyakit, bukan cara mencegah. Kanker pun selalu dilihat dari sudut pandang cara mengobati, yakni dengan kemoterapi. Padahal, kemungkinan sembuh dengan kemoterapi hanya satu persen, alias dari 100 penderita, hanya satu yang sembuh.
Tapi dunia medis memang baru bisa sebatas itu untuk mengatasi kanker. Karenanya, mengapa tidak dicoba cara mencegah dan mengobati kanker dengan pencegahan, yakni mengurangi atau malah tidak mengonsumsi daging. Cara ini lebih hemat, gampang, murah, dan simple, kata Susianto.
Ratu Ayu Dewi (apoteker, yang juga pakar nutrisi dari Universitas Indonesia), dan telah banyak berbicara tentang pentingnya bervegetarian, mengutarakan, zat karsinogenik penyebab kanker, hanya terdapat di daging.
Dalam tubuh, sel-sel kanker akan terpicu dan muncul ketika daging diolah misalnya dibakar, digoreng, atau dipanggang.   
"Bahasa gampangnya yakni, jika mengurangi konsumsi daging, potensi kanker dan penyakit-penyakit lain akan berkurang. Walau demikian, mereka yang bervegetarian juga tak bisa dibilang lepas dari penyakit. Misalnya jika kebanyakan makan gorengan," ucap Ratu Ayu.
Salah satu tanda kebanyakan asupan daging adalah anak-anak sekarang banyak yang mengalami kegemukan (obesitas). "Walau itu juga ditunjang kurang berolah raga. Obesitas saat dewasa, dipicu dari obesitas sejak anak-anak," kata Ratu Ayu.
Akhirnya, menurut Susianto, memang tak bisa dipaksakan masyarakat beralih ke pola makan nabati. Bagaimana pun pilihan apa yang akan disantap, terserah pribadi masing-masing. Tentang bervegetarian yang penting jika dilihat dari sisi kesehatan, juga hanya bisa jalan ketika sudah tercipta pola pikir yang bisa menerima sesuatu hal berdasarkan pengetahuan.
Nah, sekarang tinggal menanti pakar gizi, pakar nutrisi, dan para ahli kesehatan, untuk memaparkan hal sebenarnya tentang kebaikan daging bagi tubuh, tanpa ada yang disembu nyikan (dampaknya). Susianto dan Ratu Ayu bersedia menjawab dengan data-data dan fakta ilmiah.